Thursday, September 13, 2007

“Suara-Suara yang Tidak Terdengar dari Kandahar”

Rabu, 12 September 2007

Taliban dianggap rezim paling kejam. Pasca kepergiannya, negara itu jauh lebih amburadul. Pornografi dan pembunuhan menjadi pemandangan sehari-hari. [1]

Image

Hidayatullah.com--Di suatu hari gelap, di antara debu-debu Kandahar, Abdul Latif (23) menatap dengan mulut terkesima. Dipandanginya dalam-dalam tanpa sepatah kata gambar bergerak di hadapanya. Ia agak gugup tatkala menatap sebagian tubuh wanita yang dipandanginya itu.

Bagi Latif, belum pernah ia melihat pemandangan seperti ini sebelumnya. Terutama tatkala pemerintah Taliban berkuasa. Film-film seperti ini, baru saja ia nikmati, berbarengan dengan datangnya pasukan asing di Kandahar, utara Afghanistan.

Pasca jatuhnya pasukan Taliban ke tangan pasukan Asing pimpinan Amerika, sajian hiburan di bawah melalui pemancar satelit. Hiburan dalam bentuk film, opera sabun, masuk melalui kamar-kamar pribadi, ruang makan hingga warung kopi. Demikian kabar terbaru sudut kota Aghanistas sebagaimana dikutip Japan Today.

Menurut catatan, sebanyak seratus tujuh puluh program dari seluruh dunia, mencakup empat siaran berbau pornografi udara.

Meski Taliban sering dikesankan media asing dan Barat sebagai pemerintah yang kejam. Bahkan, diberitakan wanita-wanita banyak diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah. Namun, keresahan warga Afghan sesungguhnya tak sedalam setelah ”hilangnya” kekuasaan Taliban dari negeri mereka.

Sebagaimana diketahui, hampir semua wanita di era Taliban selalu menutup diri memakai burqa, untuk menghindari dari pandangan laki-laki. Sebaliknya, belum pernah para lelaki melihat seorang perempuan –apalagi setengah telanjang—di depan mata mereka, kecuali para suami.

Hadirnya saluran hiburan yang dipancarkan melalui satelit ini tentu sebuah “kejutan” luar biasa. Sebuah saluran satelit di mana 100% menawarkan pornografi hardcore. Sungguh sesuatu yang menghentakkan banyak warga Afghan. Setidaknya, sebuah kegelisahan aneh dapat dirasakan di mana-mana.

“Ini tidaklah baik untuk masyarakat kami, ” kata seorang pria berusia 26 tahun.

Tapi ada pula yang mendulang kesempatan di atas kesempitan. Diantaranya adalah Abdul Wasi, seorang pemilik jasa satelit. Ia mengatakan, bisnis baru yang sedang ia tekuni ini berjalan secara baik.

”Aku menjual receiver digital dengan harga sekitar 350 dolar dan aku mengimpor peralatan dari Pakistan. Aku memulai bisnis sebulan yang lalu dan sekarang juga aku sudah menjual hampir empat ratus penerima, ” ujarnya. Bahkan menurut Wasi, semenjak dibuka, tiap hari toko nya penuh sesak dibanjiri orang yang ingin memesan lahayan jasa satelit di tempatnya.

Ketika Taliban Pergi

Ketika Taliban masuk dan menguasa ibukota Kabul, di tahun 1996, mereka menyeret Presiden Najibullah dan menggantungnya sampai mati. Taliban juga telah melarang wanita-wanita berkeliaran di jalan-jalan tanpa dikawan mahram nya. Ia dianggap melarang pendidikan untuk anak-anak perempuan, mencegah wanita-wanita bekerja di luar rumah. Musik dilarang, termasuk beberapa jenis olah raga dan permainan games.

Jangan tanya bagi yang melanggar hukum syariah. Taliban pasti menerapkan hukuman tanpa ampun. Para pezinah dapat dirajam (dihukum dengan lemparan batu) sampai mati, homoseksual dikuburkan hidup-hidup.

Enam tahun yang lalu, Kementrian Pelanggaran dan Kebajikan di Kabul dikenal sebagai alat kuasa Taliban. Gedung-gedung kantor dikenal sebagai tempat paling membosankan di mana orang-orang dianggap melanggar bisa dipenjarakan untuk kejahatan yang tak setara. Seperti hanya karena pelanggaran menyanyikan sebuah lagu cinta.

Tapi hari ini, Kabul adalah tempat biara paling suram di banding masa hari-hari Taliban. Saat ini, kota ini men jadi titik berkumpulnya kesemrawutan. Para pemohon asing bersaing untuk mendapatkan milyaran dolar proyek kontra telekom, kontrak irigasi dan meledaknya bisnis properti memaksa harga sewa dan tanah Afghan setara dengan mahalnya tempat di kota besar dunia, seperti; London, Tokyo dan Manhattan.

Di luar Kabul, Afganistan, keadaannya jauh lebih suram. Provinsinya lebih tak dapat dicapai. Pendudyknya tidak patuh hukum, jauh daripada saat dikendalikan Taliban. Saat ini, Afganistan, adalah tempat di mana orang mudah untuk hilang dan membahayakan bagi siapa saja untuk menyelidiki nasib mereka.

Tahun 2005 lalu, relawan kemanusian MSF (Médécins Sans Frontières) dipaksa untuk berhenti setelah lima orang anggota staf dibunuh Juni yang lalu. Lebih dari 17.000 tentara AS, disertai pemandangan Humvee dan Apache mereka, mempergunakan kabut ketakutan dan ketidaktentuan yang sudah menelan negara ini dalam ’perang melawan teror’. Afganistan sudah menjadi Guantánamo Bay baru. [thoriq/cha/berlanjut...]

0 comments:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger